( Renungan untukku ,untukmu dan untuk semua yang saat ini sedang di uji )
MELEPASKAN YANG TIDAK PERLU DIPERJUANGKAN
Bagaimana bisa aku masuk ke dalam hati yang nyatanya sudah berpenghuni?
Meski penghuni itu hanyalah ilusi, yang masih saja dibawa dari masa-masa yang sudah terlewati. Bagaimana bisa aku bersikeras untuk masuk, sedangkan pemilik kediaman tidak akan mempersilakan aku duduk?
Pada akhirnya nanti, aku akan sampai pada titik di mana aku harus bangun dari segala mimpi.
Pada akhirnya nanti, aku harus menyadari bahwa ada hal-hal yang telah di sediakan namun bukan untuk aku miliki.
Pada akhirnya nanti, aku yang harus memilih untuk memperjuangkanmu hingga letih atau mempersiapkan diri untuk kemudian pergi.
Pada akhirnya nanti, aku akan menemui saat-saat dimana sudah tidak memungkinkan lagi untuk memperjuangkan.
Bukankah tak ada artinya menunggu padahal kamu bukanlah untuk ku tunggu?
Bukankah tidak mungkin aku memiliki sesuatu yang tidak diperuntukkan bagiku?
Ketika aku memutuskan untuk angkat kaki, itu artinya aku tidak ingin mempertahankan kamu lagi.
Ketika aku menganggap segalanya usai, itu artinya kamu bukan lagi sesuatu yang ingin aku gapai. Mungkin kita bukanlah untuk saling mencari dan melengkapi.
Siapa tahu,
kebahagiaanmu sudah Tuhan rancang ditangan orang lain. Kebahagiaanku juga pasti sudah disediakan sebaik mungkin.
Aku melepaskan kamu sebagai hati yang ingin aku pilih dan kuharap bisa membuatnya pulih. Namun kini, aku membiarkan kamu untuk berlabuh ke manapun yang kamu mau. Karena di titik ini, aku sudah dengan pasti mampu melepaskan dan merelakan. Mari pergi dari titik ini dan cari bahagia kita sendiri.
Aku melepaskan, supaya ia yang sedang datang menujuku dapat menemukan jalannya yang sudah ditentukan. Dialah jodoh yang telah di tentukanNYA.
Insya Allah.
“Kepadamu, terlalu banyak ruang yang tak bisa aku buka. Dan kebersamaan hanya memperbanyak ruang tertutup. Mungkin jalan kita tidak bersimpangan. Ya, jalanku dan jalanmu. Aku dan kamu seperti hujan dan teduh yang ditakdirkan bertemu, namun tidak bersama dalam perjalanan. Bukankah seperti menebak langit abu-abu..?” (novel Hujan dan Teduh)